twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Detektor Gempa Rumah Tangga

Jumat, 26 November 2010 | 09:47 WIB


Dengan menggunakan sensor berupa pendulum (bandul) dan lempengan lingkaran (ring), dapat diketahui terjadinya gempa. Bandul akan menyentuh ring jika gempa yang terjadi berkekuatan besar dan berpotensi merobohkan rumah. Detektor karya cipta tiga mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Surakarta, yaitu Tatang Kukuh Wibawa, Ali Zakaria, dan Fitrianto, ini biaya pembuatannya hanya Rp 50.000. Alat ini dapat dipasang di setiap rumah.

KOMPAS.com - Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng aktif dunia, yakni Lempeng Eurasia, Lempeng India-Australia, dan Lempeng Pasifik, membuat negara kepulauan ini rawan gempa. Hingga kini belum ada alat yang mampu memperkirakan kapan dan di mana gempa akan terjadi.

Kenyataan ini diperparah dengan konstruksi gedung dan rumah-rumah di Indonesia yang tidak mengikuti kaidah tahan gempa. Tidak heran jika bencana gempa sering kali menimbulkan banyak korban jiwa.

Berangkat dari keinginan memperkecil dampak primer gempa berupa jatuhnya korban jiwa, tiga mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, yakni Tatang Kukuh Wibawa, Ali Zakaria, dan Fitrianto, menciptakan detektor gempa sederhana berbiaya murah yang dapat dipasang di rumah-rumah.

Detektor ini berhasil memenangi juara 1 Kompetisi Rancang Bangun 2010 tingkat nasional yang berlangsung 22-23 Oktober 2010 di Universitas Udayana, Bali. Ada 10 finalis yang berkompetisi dalam ajang tersebut.

Detektor ini pada prinsipnya bertumpu pada bandul besi yang akan bergetar akibat guncangan gempa.

Jika getaran gempa cukup besar, bandul tersebut akan menyentuh lempengan yang berbentuk lingkaran (ring) yang dipasang di sekitarnya.

Persentuhan bandul dengan ring yang disambungkan dengan sistem relai listrik itu akan langsung membunyikan alarm yang dipasang pada sistem rangkaian detektor.

Kotak plastik

Bandul dan ring ini semacam sensor terhadap terjadinya gempa. Detektor ini dihidupi tenaga baterai 9 volt yang tahan satu tahun. Seusai lomba, mereka menyempurnakan detektor dengan mengemasnya dalam kotak makanan plastik dari yang semula terpasang pada papan kayu.

"Kami dapat masukan dari para juri, angin kencang bisa saja menggerakkan bandul, bukan hanya gempa. Kami kemudian memasukkan bandul ke dalam kotak plastik agar tidak ada kekuatan lain yang dapat menggerakkannya, kecuali gempa," kata Tatang saat dijumpai di Kampus UNS, Rabu (24/11/2010) di Surakarta.

Untuk memindahkan ke kotak plastik, mereka memperkecil ukuran bandul dan ring setelah sebelumnya skalanya mereka sesuaikan lagi.

Ternyata perbaikan ini juga mampu mengurangi biaya produksi, dari semula Rp 100.000 per unit menjadi Rp 50.000 per unit. Ketiganya bermimpi, alat ini dapat dipasang di rumah-rumah sebagai peringatan dini yang efektif.

”Gempa dapat terjadi kapan saja. Kalau terjadi malam hari, siapa yang akan membangunkan warga. Kalau mereka punya alat ini, harapannya mereka akan terbangun saat alarm berbunyi, lalu menyelamatkan diri,” kata Ali.

Mengolah data

Untuk mewujudkan mimpi terhadap keberadaan detektor gempa sederhana, ketiganya lantas mengolah data percepatan tanah dan massa bangunan.

Mereka memakai studi kasus bangunan lima lantai yang berbentuk kotak. Mereka menghitung simpangan maksimal goyangan akibat gempa pada lantai 1 gedung dan memperoleh angka 11 cm. Angka ini lantas diterapkan pada diameter ring.

”Angka simpangan ini kami reduksi saat menetapkan diameter ring menjadi separuhnya saja. Karena jika dibuat penuh seperti simpangan, berarti rumah sudah roboh. Padahal, kami ingin alat ini sebagai peringatan,” kata Ali.

Detektor ini harus dipasang pada pertemuan balok dan kolom rumah. Menurut Tatang, pihaknya ingin segera mematenkan detektor ini, mengingat nilai pentingnya.

”Setelah dipatenkan, kami berharap pemerintah bersedia mengambil alih untuk produksi massal alat ini agar dapat dipasang di rumah-rumah karena manfaatnya yang besar,” kata Tatang bersemangat.

Saat ini ketiganya berkeinginan mengalibrasi alat dan menguji keandalan alat ciptaan mereka di laboratorium. Alat ini dapat disesuaikan dengan kondisi percepatan tanah di suatu wilayah dengan memperkecil atau memperbesar diameter ring.(Sri Rejeki)

Rumah Warna-Colorful Fashion Accessories & Pernak-Pernik Kamar for Galz

Rumah Warna senantiasa menghadirkan fashion accessories untuk galz yang muda dan bergaya. Kami siap membantumu memperlihatkan gaya dan suasana hatimu. Galz yang sedang falling in love bisa menemukan koleksi fashion accessories yang tepat, mulai dari dompet cantik dengan hiasan love berwarna merah hati atau pink hingga pin yang matching.

Untuk galz yang kreatif, Rumah Warna memiliki album foto yang benar-benar beda dari yang biasa kita temukan di toko, namanya scrapbook. Album scrapbook ini dibekali dengan potongan kertas bermotif dan tulisan-tulisan yang didesain dengan menarik dan colorful. So, kamu dapat menempel foto di atas kertas itu dan menambahkan tulisan-tulisan sesukamu. Hasilnya bisa seperti majalah, namun yang jadi model adalah kamu sendiri. Keren, kan?

Selain itu Rumah Warna juga menyediakan dompet dan handbag yang dapat dihias sesukamu. Kami sudah menyediakan ratusan model hiasan, sehingga hasilnya so pasti unik dan kamu bangets.

Sedang mendekorasi kamar? Cobalah handmade bedcover Rumah Warna yang colorful dan unik. Tirai jendela dengan motif totol-totol yang imut atau garis-garis yang fun, bantal yang lucu, bingkai foto yang keren, dan box yang cantik tempat menyimpan pernak-pernikmu. Semuanya akan menghadirkan keceriaan di kamarmu.

Harga barang koleksi Rumah Warna dijamin akan membuatmu membeli lebih dari satu item dan kembali lagi untuk melengkapi koleksi fashion accessories-mu yang bakal mencuri perhatian cowok-cowok keren. (Ssst..., cowok-cowok juga bisa mencari hadiah untuk sang kekasih di sini, gak bikin kantong bolong tentunya).

Jadi tunggu apalagi? Segeralah meluncur ke outlet kami yang tersebar di 3 kota (Jogja, Solo, dan Semarang).


LETUSAN MERAPI 11 NOVEMBER







Lihat Video, clik here.

Tiga ahli vulkanologi dari Jepang akan membantu meneliti letusan Gunung Merapi di perbatasan wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, yang saat ini letusannya belum berhenti.

Menurut Direktur Penerangan dan Kebudayaan Kedutaan besar (Kedubes) Jepang di Indonesia Masaki Tani, di Yogyakarta, Kamis, ketiga vulkanolog Jepang itu akan membantu melakukan survei tentang bencana letusan Merapi. Mereka yakni Kenji Nogami, Masuto Iguchi, dan Takayuki Kaneko.

Selain itu, kata Masaki Tani, ada seorang ahli di bidang penyakit saluran pernapasan, Satoru Ishii yang ikut dalam tim tersebut. "Mereka kini telah berada di kawasan bencana letusan Gunung Merapi di Yogyakarta. Mereka merupakan tenaga ahli bantuan darurat internasional bagi bencana letusan Gunung Merapi yang berada di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta," katanya.

Ia mengatakan Kenji Nogami merupakan pakar dari Institut Teknologi Tokyo Jepang, Masuto Iguchi (Universitas Kyoto Jepang), dan Takayuki Kaneko (Universitas Tokyo Jepang). Mereka berada di Yogyakarta untuk meneliti bencana letusan Gunung Merapi, dan direncanakan cukup lama.

Sebelumnya, Masato Iguchi mengatakan letusan Merapi yang beruntun sulit diprediksi, sehingga langkah yang perlu dilakukan saat ini adalah memperkirakan bagaimana kondisi magma yang masih terkandung dalam perut gunung itu.

"Persoalan seperti ini sering ditemui di berbagai letusan gunung berapi lain, bukan hanya di Gunung Merapi," kata Iguchi di kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Rabu.

Meski demikian, ia memuji langkah yang diambil Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral karena mampu melakukan prediksi yang cukup tepat sebelum terjadinya letusan pada 26 Oktober 2010 karena sehari sebelumnya instansi tersebut memutuskan untuk menaikkan status Gunung Merapi dari "siaga" ke "awas".

"Merupakan langkah tepat jika Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status menjadi awas," katanya yang akan membantu memantau letusan gunung yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta itu.

Sejumlah ahli vulkanologi dari dalam dan luar negeri seperti Jepang, AS, Prancis, dan Indonesia akan membantu pelaksanaan pemantauan Gunung Merapi, karena gunung tersebut adalah laboratorium alam yang terbuka bagi siapa pun.

Sementara itu, BPPTK Yogyakarta akan memasang tiga alat pendeteksi aliran lahar dingin yang disebut "Acoustic Flow Measurement" di Kali Gendol dan Kali Boyong yang berhulu di Gunung Merapi.

"Alat itu untuk deteksi dini aliran lahar dingin yang merupakan ancaman sekunder dari letusan Gunung Merapi," kata Kepala BPPTK Yogyakarta Subandrio, di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, alat tersebut akan mengirimkan sinyal jika ada lahar dingin yang mengalir melebihi batas standar tertentu yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Pemasangan alat deteksi dini lahar dingin tersebut terkait dengan endapan material vulkanik hasil letusan Gunung Merapi yang memenuhi 11 sungai yang berhulu di Gunung Merapi yaitu Kali Gendol, Kali Boyong, Kali Bedog, Kali Krasak, Kali Bebeng, Kali Sat, Kali Lamat, Kali Senowo, Kali Trising dan Kali Apu.

Lahar di Kali Boyong terendapkan di Dusun Kandangan, Desa Purwobinangun, Sleman, yang berjarak 16 kilometer (km) dari puncak Gunung Merapi dan di Kali Batang dengan jarak 10 km dari puncak gunung.

Selain itu, BPPTK juga akan melakukan pemetaan wilayah yang mungkin mengalami dampak dari luapan lahar dingin serta pemetaan penyimpangan aliran awan panas.

"Kami juga akan melakukan evaluasi terhadap dam-dam yang berada di sepanjang sungai, misalnya apakah terjadi limpahan material seperti 2006 dengan limpahan material ke Kali Adem," katanya.

Sementara itu, intensitas kegempaan Gunung Merapi selama empat hari terakhir menunjukkan kecenderungan mereda, namun status masih tetap "awas".

"Fase erupsi belum berakhir, dan perubahan secara cepat masih mungkin terjadi sehingga harus tetap diantisipasi," katanya.

Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas kegempaan Gunung Merapi, Kamis hingga pukul 12.00 WIB telah terjadi gempa tremor secara beruntun, 11 kali guguran dan satu kali awan panas.

Salah satu guguran yang cukup besar terjadi sekitar pukul 10.35 WIB ke arah Kali Gendol dengan jarak luncur satu kilometer.

Info Merapi

Beredar Info Merapi Bakal Meletus Lagi

Rabu, 27 Oktober 2010 - 10:47 wib

BOYOLALI- Sejumlah pihak memprediksi letusan Merapi kemarin petang bukanlah klimaks aktivitas vulkanik di gunung teraktif di Indonesia itu. Kuat dugaan letusan kemarin hanya pemanasan saja.

Sementara klimaks letusan masih baru akan terjadi beberapa hari ke depan. Oleh karena itu langkah antisipasi letusan susulan terus digalakkan, guna menekan sedikit mungkin jumlah korban di sekitar Gunung Merapi.

Dalam rapat gabungan Tim SAR Kabupaten Boyolali, TNI, dan Polri, semalam, disebutkan Gunung Merapi berpotensi meletus lagi. Bahkan letusan susulan skalanya bisa jadi lebih besar ketimbang letusan kemarin.

“Berdasarkan informasi dari pos pemantau Gunung Merapi bahwa letusan kemarin belum begitu besar,” ujar pemimpin rapat gabungan Tim SAR di Kantor Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah, tadi malam.

Pemimpin rapat yang belum diketahui identitasnya itu juga mengumumkan bahwa Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta juga menyampaikan informasi serupa. Data seismograf menyatakan aktivitas vulkanik di Gunung Merapi masih tinggi.

Seperti diketahui, letusan Gunung Merapi kemarin petang mengakibatkan 25 orang meninggal dunia serta meluluhlantakkan sejumlah desa di Sleman, Yogyakarta.

Arah letusan ke Barat, Barat Daya, Selatan, dan Tenggara, membuat penduduk di Dusun Ugo, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Boyolali, masih aman. Itu karena Dusun Ugo hanya berjarak dua kilometer dari puncak Merapi di lereng sisi timur.

Kedati demikian, ribuan penduduk di Kecamatan Selo telah dievakuasi. Rencanannya tim SAR gabungan akan kembali naik ke Dusun Ugo pada siang ini untuk menjemput sejumlah orang yang masih bertahan dirumahnya. Sedikitnya 320 personel tim SAR diterjunkan dalam operasi ini.(brahmantyo/Trijaya/ful)